Pemberontakan DI/TII – Pada Kesempatan kali ini kita akan mebahas sebuah materi yang berhubungan dengan sejarah Indonesia , yaitu mengenai Pemberontkan DI /TII yang akan di bahas secara lengkap , mulai dari latar belakang , penyebab dan juga tujuannya, untuk lebih lengkapnya langsung saja kita simak pembahasan berikut ini.
Tentara Islam Indonesia atau TII yang biasa disebut dengan Darul Islam atau DI. Adalah sebuah gerakan politik yang di dirikan di tanggal 7 Agustus 1949, oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di sebuah desa yang lokasi nya berada di dearah Tasikmalaya.
NII atau Negara Islam Indonesia juga di proklamasikan pada saat Negara Pasundan di bentuk oleh Belanda yang mengangkat seorang Raden yang bernama Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema, yang juga menjabat sebagai presiden atau pemimpin bagi Negara Pasundan tersebut.
Latar Belakang Dan Tujuan Pemberontakan DI /TII
Gerakan dari Negara Islam Indonesia atau NII ini mempunyai tujuan yaitu untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah negara, yaiatu Negara yang menerapkan dasar negara Islam sebagai dasar Negara nya. Dalam proklamasi tersebut tertulis mengenai hukum yang berlaku di Indonesia adalah merupakan hukum islam. Atau yang lebih jelasnya lagi telah tertulis pada undang – undangnya, yaitu Negara Berdasarkan Islam.
Sedangkan Hukum tertingginya yaitu adalah Al – quran dan Hadist. Proklamasi Negara Islam Indonesia( NII ) menyatakan dengan tegas bahwa, kewajiban negara adalah untuk membuat undang – undang Negara yang berdasarkan pada syariat islam, serta menolak keras ideologi terhadap ideologi lain yang selain dari alquran dan hadist. Atau yang sering disebut dengan kafir oleh mereka.
Dalam perkembangannya NII selanjutnya menyebar ke beberapa wilayah yang berada di wilayah Negara Indonesia. Khususnya pada daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah,Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Setelah Sekarmadji berhasil ditangkap oleh TNI dan kemudian di eksekusi pada tahun 1962, gerakan Darus Islam ini pun menjadi terpercah. Meskipun dianggap sebagai gerakan yang ilegal oleh Indonesia, namun pemberontakan DI/TII tetap berjalan meskipun secara diam – diam di Jawa Barat Indonesia.
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di sebuah Kabupaten yang berada di Tasikmalaya, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri di Indonesia. Dimana gerakan nya tersebut disebut dengan Darul Islam sedangkan para tentaranya disebut dengan Tentara Islam Indonesia. Gerakan DI/TII tersebut di bentuk pada saat provinsi Jawa Barat sudah di tinggalkan oleh Pasukan Siliwangi yang selanjutnya hijrah ke Jawa Tengah dan juga Yogyakarta.
Dalam rangka untuk menjalankan perundingan Renville. Pada Pasukan Siliwangi tersebut berhijrah, lalau kelompok DI/TII dengan leluasa melakukan gerakan nya dengan cara merusak dan juga membakar rumah-rumah penduduk, membongkar jalan kereta api, serta menyiksa dan juga merampas harta benda yang di miliki oleh penduduk di daerah tersebut . Akan tetapi ketika Pasukan Siliwangi membuat jadwal untuk kembali ke Jawa barat, kelompok DI/TII pun kemudian berhadapan dengan Pasukan Siliwangi.
Upaya Penumpasan Dan Pemberontakan DI/TII
Usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menumpaskan DI/TII memakan waktu yang cukup lama, karena adanya beberapa faktor seperti :
- Tempat tinggal DI/TII berada di daerah pegunungan, dimana lokasi tersebut sangat mendukung organisasi tersebut untuk bergerilya.
- Pasukan Sekarmadji dapat bergerak dengan lebih leluasa pada lingkungan penduduk sekitar .
- Pasukan DI/TII juga memperoleh bantuan dari orang Belanda, di antaranya pemilik perkebunan, dan juga para pendukung Negara Pasundan.
- Suasana politik yang ketika itu tidak konsisten, serta perilaku dari beberapa golongan partai politik yang telah mempersulit usaha untuk pemulihan keamanan.
- Saat menghadapi para pasukan DI/TII pemerintahpun mengerahkan TNI untuk meringkus kelompok tersebut.
Pada tahun 1960 Pasukan Siliwangi bekerjasama dengan rakyat untuk melaksanakan operasi Baratayuda serta Pagar Betis. Dalam upaya untuk menumpas dan juga meruntuhkan organisasi tersebut . pada tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan juga para pengawalnya berhasil ditangkap, oleh Pasukan Siliwangi dalam operasi Baratayudha yang di lakukan di Gunung Geber Majalaya tersebut . Sesudah Sekarmadji berhasil ditangkap oleh pasukan TNI, lalu Mahkamah Angkatan Darat pun menyatakan bahwa Sekarmadji telah dijatuhi hukuman mati. Setelah Sekarmadji meninggal dunia pemberontakan DI/TII pun dapat di musnahkan.
Pemberontakan DI/TII Di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 ketika Sekarmadji memproklamasikan DI/TII, ia juga menyatakan secara resmi bahwa NII berdiri atas Kanun Azasi. Dan pada tanggal 25 Januari 1949 ketika Pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah, ketika itulah pemberontakan pertama dengan kontak senjata di antara DI/TII dan TNI di mulai. Selama peperangan tersebut berlangsung DI/TII dibantu oleh para Tentara Belanda sehingga membuat peperangan tersebutpun menjadi semakin sengit. Keberadaan DI/TII mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Jawa Barat karena mereka sering menerima teror dari DI/TII. Bukan hanya sekedar mengancam para warga, akan tetapi pasukan juga merampas harta benda warga untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Pemberontakan DI/TII Di Jawa Tengah
Bukan hanya di Jawa Barat akan tetapi pemberontakan DI/TII tersebut juga berlangsung di Jawa Tengah. Sejak hadirnya majelis islam yang di pimpin oleh seorang yang bernama Amir Fatah. Yang merupakan seorang komandan dari Laskar Hizbullah yang berdiri pada tahun 1946, yang juga menggabungkan diri dengan pasukan TNI Battalion 52, yang bertempat tinggal di Brebes Tegal.
Amir Fatah mempunyai pengikut dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga pada tanggal 23 Agustus 1949 ia juga turut memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam tersebut telah berdiri di Jawa Tengah yaitu tepatnya di Desa Pesanggrahan Tegal. Sesudah proklamasi tersebut dilaksanakan, kemudian Amir Fatah juga menyatakan bahwa gerakan yang ia pimpin tersebut bergabung dengan organisasi Di/TII yang berada di Jawa barat. Yang ketika itu dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Selain itu di Kebumen juga terdapat sebuah organisasi yang bernama Angakatan Umat Islam atau AUI yang di dirikan oleh seorang Kyai yang bernama Mohamad Mahfud Abdurrahman. Organisasi tersebut juga bermaksud guna membentuk Negara Islam Indonesia atau NII. Dan bersekutu dengan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Gerakan tersebut telah di desak oleh TNI, akan tetapi pada tahun 1952 organisasi tersebut bangkit kembali lalu menjadi kuat sesudah terjadi nya pemberontakan Battalion 423 dan 426 di Magelang dan Kudus.
Dalam upaya untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintahpun membentuk sebuah pasukan baru yang di namakan dengan Banteng Raiders dan juga organisasi nya yang di sebut dengan GBN. Pada tahun 1954 di lakukan suatu operasi yang di sebut dengan Operasi Guntur, yang dilakukan untuk menghancurkan kelompok DI/TII tersebut .
Pemberontakan DI/TII Di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober tahun 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan Rakyat Yang Tertindas atau KRYT. Yang dipimpin oleh seorang letnan dua TNI yang bernama Ibnu Hajar. Dia juga bersama dengan anggota kelompok KRYT yang menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi DI/TII yang berada di Jawa Barat. Sasaran utama dari kelompok tersebut adalah pos TNI yang berada di wilayah tersebut .
Setelah pemerintah memberikan kesempatan untuk menghentikan pemberontakan tersebut dengan cara baik – baik, pada akhirnya mantan Letnan Ibnu Hajarpun menyerahkan diri. Akan tetapi penyerahan akan dirinya tersebut hanyalah merupakan sebuah topeng yang digunakan untuk merampas peralatan TNI, setelah peralatan TNI terampas Ibnu Hajar pun kemudian melarikan diri dan bersekutu kembali dengan DI/TII.
Pada akhirnya pemerintah RI pun mengadakan Gerakan Operasi Militer atau yang disebut dengan GOM, yang di bawa ke Kalimantan Selatan. Untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di sana. Pada tahun 1959 Ibnu Hajar berhasil diringkus lalu kemudian di jatuhi hukuman mati pada tanggal 22 Maret 1965.
Pemberontakan DI/TII Di Aceh
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia , di Aceh juga terjadi konflik dengan para umat islam kelompok alim ulama yang bergabung dengan suatu organisasi yang bernama PUSA atau Persatuan Seluruh Ulama Aceh. Yang ketika itu di pimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan kepala adatnya.
Konflik tersebut juga telah mengakibatkan perang saudara di antara kedua kelompok tersebut, yang telah berlangsung sejak Desember 1945 hingga pada Februari 1946. Dalam upaya menanggulangi masalah tersebut , pemerintah RI pun memberikan status Daerah Istimewa tingkat provinsi pada Aceh. Dan juga mengangkat Daud Beureuh menjadi pemimpin atau Gubernur ketika itu .
Setelah NKRI berhasil terbentuk pada bulan Agustus 1950, pemerintah RI kemudian mengadakan sistem penyerdehanaan administrasi pemerintahan yang kemudian mengakibatkan beberapa daerah yang berada di Indonesia mengalami penurunan status. Salah satu dari daerah yang mengalami penurunan tersebut adalah Aceh. Yang semula menjabat sebagai Daerah Istimewa, namun setelah terjadi penyederhanaan tersebut dimulai maka Aceh menjadi daerah keresidenan yang di kuasai oleh Provinsi Sumatera Utara.
Kejadian tersebut tentunya membuat Daud Beurehu merasa kecewa, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dengan NII. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 September 1953. Sesudah Daud Beureuh bergabung dengan NII, merekapun melakukan operasi yang dilakukan untuk menguasai kota yang berada di Aceh. Merekapun juga melakukan propaganda untuk memperkeruh citra dari pemerintah RI.
Pemberontakan yang di lakukan oleh Daud Beureuh dengan para anggota NII yang dipimpin oleh Sekarmadji, di atasi oleh pihak pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata dan juga operasi militer dari TNI. Setelah pemerintah RI melakukan operasi tersebut , kelompok DI/TII mulai terkikis dari beberapa kota yang ditempati nya.
TNIpun memberikan pencerahan kepada para penduduk setempat untuk menghindari kesalah pahaman serta mengembalikan kepercayaan, kepada pemerintah RI. Di tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami Iskandar Muda, kolonel M. Jasin pun mengadakan sebuah musyawarah kerukunan Rakyat Aceh. Yangmana musyawarah tersebut mendapatkan dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh, dan juga musyawarah yang dilakukan di tempat itu telah berhasil memulihkan keamanan yang ada di Aceh.
Pemberontakan DI/TII Di Sulawesi Selatan
Pemberontakan pun terjadi juga di Sulawesi Selatan, yang di pimpin oleh Kahar Muzakar. Organisasi tersebut telah di dirikan sejak tahun 1951 dan baru berhasil di runtuhkan oleh pemerintah pada tahun 1965. Untuk menumpas organisasi itu, maka di butuhkan banyak biaya, tenaga serta juga waktu karena kondisi medan nya yang ketika itu sangat sulit.
Meskipun begitu para pemberontak DI/TII menjadi sangat menguasai kawasan tersebut. Setelah pemerintah RI mengadakan operasi penumpasan DI/TII dengan anggota TNI, barulah Kahar Muzakar berhasil ditangkap pada tanggal 3 Februari 1965.
Akhirnya TNI juga mampu dalam menghalau seluruh pemberontakan, yang terjadi pada saat itu. Seperti yang telah di ketahui Indonesia terbentuk atas beragam suku dan juga keberagaman budaya, selain itu UUD 1945 yang juga melindungi beberapa kepercayaan sehingga tidak mungkin untuk menjadikan nya sebagai salah satu hukum agama untuk di jadikan sebagai dasar negara.
Demikianalah pembahasan mengenai Pemberontakan DI/TII Semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat bermanfaat dan juga bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kalian semua, terimaksih. 🙂 🙂 🙂